Internasional

Ketegangan di Laut China Selatan Memanas Meningkat di Fillipina

149
×

Ketegangan di Laut China Selatan Memanas Meningkat di Fillipina

Sebarkan artikel ini

Kepoinkuy –Ketegangan terkait sengketa wilayah Laut China Selatan antara Beijing dan Manila semakin memanas. Kondisi itu ikut memicu meningkatnya sentimen anti-China di Filipina. Komunitas etnis China atau Tionghoa yang tinggal di Filipina mulai di landa ketakutan.

Mereka khawatir bisa menjadi sasaran kemarahan masyarakat pribumi, walau kewarganegaraan mereka pun sebenarnya Filipina, bukan China. Kekhawatiran mereka menjadi semakin kuat, terutama sejak ketegangan perihal sengketa Second Thomas Shoal di Laut China Selatan.

Menurut laporan South China Morning Post (SCMP) dan The Hong Kong Post pada Kamis (4/7/2024), meningkatnya sentimen anti-China juga telah memicu gelombang Sinofobia yang saat ini terlihat menyebar ke komunitas etnis Tionghoa lokal di Filipina.

Filipina adalah rumah bagi 1,2 juta etnis Tionghoa yang sering di kenal sebagai Tsinoy. Dari total populasi etnis Tionghoa di negara Asia Tenggara tersebut, 93 persen di antaranya menelusuri akar mereka ke provinsi Fujian di China. Kehadiran mereka di Filipina telah ada sejak lebih dari 300 tahun lalu, dan mereka berkontribusi pada masuknya pengaruh China ke dalam budaya arus utama Filipina.

Namun, yang sangat mencolok dari etnis Tionghoa di Filipina adalah mereka pekerja keras, sukses secara finansial, dan makmur. Pada tahun 2021, Daftar Orang Terkaya Global—yang disusun grup riset Hurun Report yang berbasis di London—menunjukkan bahwa dari 20 miliarder di Filipina, sembilan di antaranya atau sekitar 45 persen adalah etnis Tionghoa.

Bentrokan di Laut China Selatan

Para etnis Tionghoa ini menempati posisi sentral dalam perdagangan dan pertanian komersial di tingkat provinsi dan lokal Filipina. Mereka juga mendominasi dunia korporat. Mereka telah membantu mendirikan sekolah dan yayasan amal, serta membangun Pecinan tertua di dunia; Binondo, sejak di dirikan tahun 1594.

Dalam bentrokan ini, pasukan Coast Guard China melukai personel Angkatan Laut Filipina dan merusak kapal mereka dengan kapak, parang, serta palu. Seorang anggota Angkatan Laut Filipina kehilangan ibu jari dalam bentrokan tersebut. Filipina juga menuduh personel Coast Guard China telah menjarah serta merusak peralatan mereka, termasuk senjata api dan perahu karet.

Insiden ini semakin menanamkan sentimen anti-China di kalangan warga pribumi Filipina. Sentimen anti-China ini terlihat di media sosial, yang mengindikasikan semakin lebarnya jurang pemisah antara dua komunitas di Filipina.

Menurut survei tersebut, 58,3 persen warga mengatakan mereka tidak percaya kepada etnis Tionghoa, sementara 13,4 persen mengatakan mereka sangat tidak percaya. Beberapa pengamat mengatakan warga etnis Tionghoa yang telah tinggal di Filipina selama bertahun-tahun khawatir menjadi sasaran kemarahan publik.

”Persepsi Buruk”

Kondisi itu tercermin dalam peraturan visa baru Filipina bagi warga negara China yang ingin mengunjungi negara Asia Tenggara tersebut. Beberapa hari lalu, Filipina memberlakukan persyaratan tambahan bagi wisatawan China yang mengajukan visa.

Warga negara China yang mengajukan visa kunjungan di minta menyerahkan Sertifikat Catatan Asuransi Sosial China, selain bukti kapasitas finansial dengan sertifikat kerja dan laporan bank. Peraturan baru ini di terapkan Filipina menyusul di temukannya aplikasi imigrasi palsu, yang menyebabkan masuknya warga negara China secara ilegal dan melebihi batas waktu tinggal.